A. Pengantar.
Sampai saat ini pelaku usaha kecil menengah (UKM) masih saja dimarjinalkan, baik oleh pemerintah maupun pengusaha besar. Janji pemerintah untuk merealisasikan kebijakannya memberdayakan UKM dinilai masih sebatas janji, belum direalisasikan. Banyak pihak yang menyadari bahwa UKM adalah penyelamat perekonomian nasional. "UKM-lah yang dominan dan potensial untuk menyelamatkan perekonomian nasional, terutama saat krisis. Kelompok ini memiliki daya tahan tinggi dan sangat adaptif. UKM juga memiliki keahlian khusus, jenis produknya bernuansa kultur, menggunakan sumber daya lokal, permodalan relatif kecil dan padat karya, namun tetap saja dimarjinalkan.
Berangkat dari kondisi ini, maka sebenarnya negara (pemerintah) sebaiknya memiliki kepedulian yang tinggi pada kelompok ini, untuk mengembangkannya lebih lanjut dengan membuka berbagai pasarnya. Salah satu caranya, yaitu kelemahan UKM segera diatasi, seperti sulit mengakses pasar, lemah dalam akses promosi, usia produk UKM relatif pendek, terbatasnya penguasaan dan pemilikan aset produksi, terutama permodalan dan sumber daya manusia (SDM) UKM yang belum siap bersaing dalam pasar global. Belum lagi banyak para pelaku UKM pun masih dibebani berbagai persyaratan dalam menjalankan usahanya. Tanpa upaya tersebut, produk UKM tidak siap menghadapi pasar global yang peluangnya sangat besar, apalagi dalam era globalisasi seperti sekarang ini.
Harus diakui bahwa produk UKM saat ini masih dominan di sektor primer dan belum banyak di sektor industri yang memiliki nilai tambah tinggi. Dengan kata lain banyak pelaku usaha UKM belum optimal memanfaatkan teknologi informasi dalam mengembangkan usahanya.
Untuk ini perlu dibangun pola pengembangan UKM yang komprehensif dalam semua sektor dan keperdulian negara (pemerintah) untuk turut membantu dan mengembangkan sangat diharapkan.
B. Masalah
Peran UKM dalam denyut nadi perekonomian di Indonesia, (khususnya rakyat kecil) sangat kuat dan terbukti UKM tangguh menghadapi tantangan krisis moneter dan global seperti yang terjadi akhir-akhir ini. Ini menandakan bahwa sektor ini memiliki fleksibelitas yang cukup tinggi dalam menyiasati perubahan ekonomi yang terjadi.
Kendatipun sektor ini memiliki daya lentur yang baik dalam menyiasati perubahan ekonomi, tetapi sektor ini masih belum berkembang secara baik sebagai solusi pengembangan usaha rakyat kecil untuk peningkatan kesejahteraan sosial mereka.
C. Telaah Pustaka.
Kebijakan Negara yang sentralistik beberapa waktu yang lalu, masih terasakan dampaknya. Lebih khusus dalam kebijakan ekonomi yang sentralistik dan orientasi pembangunan yang menekan pada aspek pertumbuhan, dimana usaha besar dijadikan sebagai roda penggerak ekonomi Nasional, ternyata tidak terbukti memberikan nilai lebih, bahkan tidak mampu bertahan saat krisis melanda Indonesia dan Asia pada umumnya.
Kesalahan kebijakan investasi dan “kebocoran” di berbagai sektor pemerintahan telah mengakibatkan dunia usaha terpuruk dan selanjutnya menyeret keterpurukan pada sektor ekonomi yang lain.
Dalam kondisi diatas, maka usaha kecil terbukti mampu menjadi “penyangga” perekonomian rakyat, karena keadaan tersebut mendorong inisiatif masyarakat untuk melakukan kegiatan ekonomi pinggiran sebagai upaya bertahan hidup. Hal ini nampak pada pertumbuhan secara kuantitatif jumlah pelaku usaha kecil di Indonesia tahun 2001 yang mencapai 40.137.773 juta (99,86%) dari total jumlah pelaku usaha 40.197.61 juta, sementara pelaku usaha mikro mencapai 97,6% dari jumlah pelaku usaha kecil (BPS 2001) dan jumlah itu terus meningkat sampai sekarang. Jumlah tersebut menunjukkan kontribusi sangat besar UKM terhadap pertumbuhan ekonomi. Menurut perhitungan BPS dengan jumlah tersebut UKM mampu menyediakan 99,04% lapangan kerja Nasional, sumbangan terhadap PDB mencapai 63,11% dan memberikan pemasukan sebesar 14,20% diluar non migas.(BPS, 2001).
Dari sajian ilustrasi di atas tampak bahwa peran UKM dan industri kecil ternyata sangat strategis dalam pengembangan usaha ekonomi kerakyatan. Nilai strategis lain usaha kecil-mikro adalah kemampuannya menjadi sarana pemerataan kesejahteraan rakyat. Karena jumlah besar, biasanya bersifat padat karya sehingga mampu menyerap tenaga kerja yang besar, meskipun ukuran unitnya kecil tetapi jumlah banyak memungkinkan orang lebih banyak terlibat untuk menarik manfaat didalamnya. Lebih lanjut, (BPS, 2005) dikatakan bahwa dari jumlah 2.002.335 unit usaha kecil, dan 194, 564 unit usaha mikro, di sektor pengolahan jumlah perempuan pelaku ada 896.047 (40,79%), dan angka tersebut diyakini lebih besar lagi mengingat bahwa data tersebut dibuat berdasarkan kepemilikan formal, bukan pelaku (riil) usaha.
Meskipun terbukti kontribusi UKM cukup berhasil, tetapi UKM masih mengalami banyak permasalahan yang disebabkan ketidak adilan struktur maupun budaya. Dari sejumlah hambatan UKM secara internal maupun eksternal menunjukkan bahwa dunia usaha yang dilakukan oleh rakyat/pelaku ekonomi pinggiran berada pada posisi yang sulit. Kenyataan yang dihadapi pelaku UKM, tidak banyak diuntungkan dengan berbagai stereotipe dan pencitraan dalam masyarakat yang dipandang dalam posisi subordinat.
Permasalahan UKM selalu terkait dengan aspek modal. Ibrahim, (2006) mengatakan bahwa UKM di Propinsi Riau 86,6% belum pernah mengajukan pinjaman ke Bank dengan alasan prosedur rumit, tidak memiliki asset untuk agunan, begitu halnya akses terhadap program pada umumnya seperti pelatihan, informasi maupun pengembangan pasar.
Dengan demikian menurut Hamsal (2006) pengembangan UKM perlu keterpaduan stakeholders UKM, membangun database UKM, identifikasi dan klasifikasi produk UKM yang berorientasi lokal, nasional, dan ekspor, serta menyusun program promosi dan produk UKM.
D. Analisis Persoalan.
Sebagai sebuah sistem, kebijakan dasar pengembangan UKM dipahami sebagai kebijakan yang melibatkan banyak actor dan kepentingan yang merupakan sub-sub sistem. Sub-sub sistem tersebut bisa dipahami sebagai stakeholders yang masing-masing mempunyai peran dan kepentingan terhadap eksistensi UKM. Oleh karena itu, untuk mendesain kebijakan dasar pengembangan SDM UKM yang komprehensif, pertama yang harus dilakukan adalah memetakan atau mengidentifikasi kelompok-kelompok yang terlibat dalam formulasi kebijakan dan yang menjadi target dari kebijakan tersebut.
Kelompok-kelompok ini merupakan esensi yang sudah eksis dan terlibat secara intens dengan urusan UKM. Terkait dengan kegiatan pemetaan ini adalah identifikasi peran dan kebutuhan yang diinginkan oleh masing-masing stakeholders terhadap UKM. Termasuk di dalamnya adalah identifikasi permasalahan-permasalahan (problems) yang ditemui dari setiap stakeholder dalam mengoptimalkan perannya dalam pengembangan UKM.
Dari laporan kajian tentang UKM (Ibrahim 2006); (Hamsal, 2006) dinyatakan sebenarnya ada beberapa metode yang mungkin dapat digunakan untuk pengembangan UKM, diantaranya upaya mengeksplorasi keinginan, peran, dan juga problematika stakeholders tersebut diantaranya adalah diskusi kelompok terbatas, teknik moderasi, dan juga wawancara mendalam dengan pelaku-pelaku kepentingan. Untuk kemudian dicarikan solusi yang paling mungkin dilakukan.
Kendatipun demikian, nyatanya peran dan pengembangan UKM tetap tidak mudah untuk dilakukan oleh negara (pemerintah) berikut stakeholder yang ada. Ini disebabkan Dinas Koperasi dan UKM pada tiap Kabupaten dan Kota sebagai ujung tombak dalam pembinaan UKM di daerah dengan adanya otonomi daerah yang bertujuan untuk mengoptimalkan fungsi pelayanan kepada masyarakat, akan memberikan amanah yang sangat besar kepada stakeholder ini. Pada saat sekarang dinas tidak bisa lagi bertumpu pada petunjuk dari instansi di atasnya.
Segala sesuatunya tergantung pada inovasi dan kreatifitas masing-masing dinas di daerah. Dalam menjalankan fungsi ini, dinas UKM dan koperasi tetap harus berpegangan pada unsur pemberdayaan masyarakat, pemerintah hanya akan memainkan peran sebagai fasilitator yang menyediakan informasi yang berkaitan dengan kompetensi lokal yang dapat diolah menjadi produk barang dan jasa dan juga informasi pasar. Dalam kenyataannya masih banyak anggota UKM mengeluhkan masih birokratisnya proses untuk mendapatkan jasa dan layanan seperti yang diharapkan.
Sementara itu peran lembaga pendidikan (diklat) yang dapat dimainkan dalam pengembangan riset dan SDM untuk mengembangkan UKM, misalnya perguruan tinggi dan sejenisnya belum terlaksana dengan baik. Pada hal sedianya dengan adanya berbagai pendidikan dan latihan, para pelaku UKM akan mendapatkan supply pengetahuan yang baru untuk pengembangan bisnisnya.
Maka seyogyanya antara (negara) pemerintah, pelaku (wadah organisasi) UKM, serta lembaga pendidikan ada keterkaitan secara kerjasama. Disini perguruan tinggi akan berperan dalam pengkajian dan penelitian berbagai hal yang berkaitan dengan pengembangan usaha UKM, serta mencetak alumni yang dapat dimanfaatkan oleh para pelaku UKM.
Di pihak lain Lembaga Swadaya Masyarakat, harus berfungsi sebagai pendamping bagi para pelaku UKM saat berhubungan dengan pihak-pihak luar seperti pemerintah, perbankan maupun sektor swasta lainnya. Selain itu LSM juga bisa berperan dalam membangkitkan kesadaran sosial dan peranan yang bisa dimainkan olehnya, khususnya dalam menghadapi pengusaha-pengusaha besar. Sehingga kekhawatiran adanya eksploitasi sumber daya akan dapat dikurangi.
Hal yang paling penting juga adalah peran Lembaga Keuangan (bank maupun non-bank). Lembaga keuangan akan memegang peranan yang sangat penting dalam pengembangan UKM. Berdasarkan kajian (Ibrahim 2006) dan Hamsal (2006) menunjukkan bahwa UKM adalah unit usaha yang kurang memperoleh keistimewaan dari pemerintah dalam permodalannya. Akibatnya dalam pengajuan modal ke perbankan sering menemui permasalahan.
Hal ini yang muncul ke permukaan terkait dengan otonomi daerah, kebijakan pengembangan UKM harus diarahkan pada jiwa dari otonomi yakni untuk menciptakan kompetensi lokal dalam rangka meningkatkan daya kompetisi. Oleh karena itu kebijakan yang mengarah pada bentuk-bentuk sentralisasi harus dihindarkan. Implikasinya dalam mendesain kurikulum dalam diklat harus disesuikan dengan kebutuhan dan muatan lokal (local needs).
Dari laporan Hamsal (2006) dan Ibrahim (2006) terdeteksi bahwa peran-peran ideal yang seharusnya dilaksanakan dari masing-masing stakeholder terhadap UKM belum berjalan secara optimal dalam suatu tatanan koordinasi yang sinergis. Bahkan fakta di lapangan masih banyak ditemukan adanya tarik ulur kepentingan antara Dinas Koperasi dan UKM sebagai stakeholders dominan dalam implementasi kebijakan pengembangan SDM koperasi dan UKM dengan berbagai dinas dan lembaga terkait. Conflict of interest ini juga masih terjadi antara LSM dengan pemerintah. LSM masih merasa sering dicurigai oleh pemerintah. Sebaliknya pemerintah juga masih dicurigai oleh LSM.
Dari paparan permasalahan yang telah diuraikan, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan berkaitan dengan pengembangan kebijakan dasar UKM, antara lain:
1. Mendesain payung kebijakan yang komprehensif dan aspiratif. Realitas menunjukkan bahwa dalam pengembang-an UKM banyak sekali kelompok yang mempunyai kepentingan dalam kebijakan ini. Untuk menjamin tingkat efektifitas koordinasi dan sinkronisasi, maka kebijakan pengembangan dasar harus berada dalam payung kebijakan yang memiliki daya jangkauan yang luas dan berada di atas peraturan daerah.
2. Dari sisi substansi kebijakan, dalam rangka mewujudkan suatu kebijakan yang rasional dan adil maka diperlukan adanya suatu riset yang menyeluruh untuk menggali data dan informasi yang berkaitan aspek pengembangan UKM. Data dan informasi yang yang komprehensif ini akan mereduksir aspek penyederhanaan permasalahan. UKM memang sangat beragam, untuk itu perlu untuk diklasifikasikan berdasarkan skala usahanya. Pengklasifi-kasian ini dilaksanakan untuk menjamin adanya efektifitas kebijakan yang dihasilkan.
3. Membentuk forum dialog dari berbagai stakeholders. Dalam rangka mereduksi adanya konflik kepentingan dan duplikasi kegiatan idealnya ada sinergi masing-masing stakeholders untuk merumuskan kebijakan substantif pengembangan UKM.
4. Merevitalisasi lembaga-lembaga Diklat terkait pengembang-an UKM. Lembaga Diklat adalah memegang posisi yang sangat vital dalam menciptakan pengembangan UKM.
5. Mempermudah permodalan dengan adanya peraturan yang ringan bagi permodalan UKM terhadap lembaga keuangan yang ada.
6. Selain komponen di atas untuk pengembangan UKM diperlukan juga adanya: (1) Stabilitas Politik dan Keamanan, (2) peningkatan SDM dan teknologi; (3) Penguatan jaringan interaksi antar UKM dan industri besar/swasta (4) Pemerataan akses terhadap sumberdaya ekonomi; (5) Meningkatkan masyarakat untuk cinta produk lokal
D. Kesimpulan.
Rendahnya akses dan secara umum juga pendidikan para pelaku UKM ini seringkali berkorelasi dengan akses informasi dan kemampuan manajerial usaha mereka. Karena sering diketahui bahwa adanya keterbatasan pendidikan ini menyebabkan mereka rentan terhadap keterbatasan informasi dan peluang pasar; yang akan berakibat pada banyak hal yaitu: (1) Tidak diserapnya produk oleh pasar dengan optimal karena pengusaha tidak bisa: menggambarkan ukuran, struktur dan perilaku konsumen sasaran, rencana posisi produk di pasar, market share dan estimasi penjualan untuk beberapa tahun ke depan. (2) Karena keterbatasan pendidikan dan informasi itu maka kebanyakan mereka beroperasi dengan hanya berorientasi pada produk sehingga mengabaikan aspek pasar.
Dari adanya fakta dan temuan seperti itu, maka wajarlah bila UKM meskipun terbukti tahan terhadap krisis ekonomi dan mampu sebagai buffer ekonomi rakyat. Tetapi SDM yang ada masih rendah, maka untuk stimulus perbaikan UKM ke depan diperlukan beberapa kebijakan dan pembenahan. Guna mengatasi berbagai permasalahan yang timbul berkaitan dengan upaya pengembangan UKM dan sekaligus memecahkan berbagai permasalahan yang ada , maka saran utama guna pengembangan UKM yang dapat ditempuh adalah : (1) Perlunya perluasan pangsa pasar dan akses terhadap perbankan yang lebih luwes dengan difasilitasi oleh pemerintah daerah untuk penambahan modal. (2) Perlunya perhatian yang lebih serius dari pihak terkait untuk penanganan SDM, mutu, pemasaran dan packing produk. (3) Perlunya dikembangkan sistem informasi bisnis dan usaha bagi masyarakat serta diklat manajemen secara berkala. Sistem ini akan menciptakan roda ekonomi UKM dan peningkatan kesejahteraan sosial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar