1. Pendahuluan.
Kondisi masyarakat hari ini menghendaki serba instant, semuanya memiliki keinginan dapat ditempuh dengan kemudahan, tanpa memerlukan pengorbanan dan kerja keras dalam meraih harapan atau cita-cita. Sikap ini tidak salah, tetapi ada konsekwensi atau resiko atas sikap dan perilaku demikian.
Kecenderungan seperti ini banyak faktor yang mempengaruhi, baik dari sisi internal psikologis individu yang bersangkutan maupun faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi, bahkan telah dan sering terjadi pada sebagian besar masyarakat suatu sikap menolak untuk menerima informasi-informasi yang baru, terlebih lagi jika informasi tersebut disajikan melalui forum-forum penyuluhan, terdapat ada rasa bosan, enggan, bersikap negatif, tidak ada tertarik untuk mendengarkan dan menerima suatu isue/berita yang menjajikan perubahan hidup dan kehidupan lebih baik.
Contoh kasus
Kusdarmanto menghempaskan tubuhnya diatas kursi reot di pojok beranda rumahnya yang sederhana. Hari Minggu pagi itu, seperti sudah sering terjadi sebelumnya pertengkaran pecah lagi. Bahkan lebih seru. Kalau memperturutkan perasaan, hatinya terasa panas, marah, kecewa, juga sedih. Sebagai karyawan kecil disebuah usaha percetakan dengan upah harian Rp.40.000,-, ia merasa sudah bekerja keras. Namun setiap kali uang belanja dapur habis, isterinya selalu uring-uringan dan menganggap dirinya sebagai suami yang tidak bertanggung-jawab.
Kalau sudah seperti itu, ia sulit tinggal diam dan bersabar. Layaknya seorang pesilat, ia terpaksa membela diri, berkelit dan menangkis. Pertengkaran semakin meruncing. Sepasang anaknya yang telah mendekati remaja nampak tertekan, masuk kamar dan membisu. Di hari Minggu yang cerah itu, ia tak bisa istirahat dengan santai, bercanda dengan anak-anak dan bercengkerama dengan isteri tercinta seperti orang-orang lain. Hatinya tertekan, darahnya mendidih oleh amarah dan kekecewaan.
Kumpulan kasbon kepada bosnya di pekerjaan Rp.150.000,- sudah sering ditagih, dia hanya bisa mundur, berjanji dan mundur lagi. Untuk menambah penghasilan, dia sudah minta kerja lembur dua jam sehari, tiga hari dalam seminggu, dengan tambahan upah Rp.15.000,- perjam. Namun tetap saja tidak dapat mencukupi biaya hidup rumah tangga.
“Suami kurang tanggung-jawab, malah menuduh isteri hidup boros. Apakah saya telah berfoya-foya membelanjakan nafkahmu untuk membeli emas perhiasan gelang-kalung untuk diri saya sendiri heee?. Tidak sesenpun! Penghasilan kita memang tidak cukup. Apakah sumbangan kepada orang tua yang Rp.100.000,- sebulan itu harus dihentikan?. Dimana-mana suamilah yang wajib mencari nafkah. Jangan hanya menyalahkan orang lain saja. Mana si Bambang merengek minta play station, mana utang belanjaan di warung Bu Sastro sudah membengkak jadi Rp. 200.000,- Huuuh pusing. Saya malu terus menerus ngutang. Saya malu, maluuuu.” teriak Sulastri sambil terisak.
Kusdarmanto tertegun dalam duduknya. Suara isak tangis isterinya sayup-sayup antara terdengar dan tidak. Jiwanya menerawang jauh melayang ke masa lalu, 17 tahun silam. Ketika itu Sulastri yang kini menjadi isterinya adalah gadis remaja yang cantik, adik kelasnya di SMEA. Sebagaimana layaknya gadis manis yang mulai tumbuh, dikelilingi banyak kumbang. Ia beruntung memenangkan persaingan dan menyunting pujaan hatinya itu, beberapa tahun setelah tamat dari sekolah. Namun kini dalam perjalanan hidup, batinnya mengaku kalah oleh nasib dan kehidupan yang melarat. Merenungkan kenyataan itu, ia merasa tidak dapat membahagiakan isterinya. Belasan tahun membawanya hidup bersama dalam kemiskinan. Ingatan itu membuat hatinya iba, amarahnya menjadi surut, mengalah, dan mulai bicara lembut kepada isterinya. Begitulah biasanya akhir dari pertengkaran.
Jika kasus sebagaimana diatas, apabila yang bersangkutan diminta untuk hadir dalam forum-forum penyuluhan, akan dihadapkan pada suatu sikap :
· Menolak jika materi penyuluhan, karena tidak memberikan solosi atas kesulitan yang dihadapi
· Enggan untuk partisipatif dalam forum penyuluhan, merasa materi yang disajikan tidak membantu memecahkan persoalan
· Merasakan tidak ada kepentingan yang terkait dengan keinginan yang diharapkan.
Untuk itulah, pendekatan yang digunakan agar ada kesediaan untuk mau menerima dan partisipatif dalam forum-forum penyuluhan, maka terdapat beberapa pendekatan.
2. Konsultasi Pemecahan Masalah
Konsultasi pemecahan masalah tidak hanya dilakukan dengan profesi lain (dokter, guru), melainkan dengan sistem klien lainnya. Konsultasi tidak pula hanya berupa pemberian dan penerimaan saran-saran, melainkan merupakan proses yang ditujukan untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik mengenai pilihan-pilihan dan mengidentifikasi prosedur-prosedur bagi tindakan-tindakan yang diperlukan.
Konsultasi dilakukan sebagai bagian dari kerjasama yang saling melengkapi antara sistem klien dan pekerja sosial (penyuluh) dalam proses pemecahan masalah. Pekerja sosial membagi secara formal pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya, sedangkan klien membagi pengalaman personal, organisasi atau kemasyarakatan yang pernah diperoleh semasa hidupnya. Dalam proses pemecahan masalah, pendampingan sosial dapat dilakukan melalui serangkaian tahapan yang biasa dilakukan dalam praktek pekerjaan sosial pada umumnya, yaitu:
1. Pemahaman kebutuhan dan persuasi,
2. Perencanaan dan penyeleksian program,
3. Penerapan program,
4. Evaluasi dan pengakhiran.
Pengembangan masyarakat melalui tenaga penyuluh bukanlah model ekonomi-rasionalistik dalam sistem perencanaan. Melainkan sebuah model sosiologis yang menyarankan urutan perencanaan berdasarkan proses penstrukturan pembuatan keputusan dalam berbagai phase perencanaan. Dalam mengembangkan model ini, perencanaan sangat memperhatikan proses dan situasi dimana berbagai kelompok yang terbagi berdasarkan keahlian, kepentingan, konsep-konsep retoris dan ideologis, perlu dilibatkan bersama dalam merancang sebuah program atau perubahan sosial.
Kerangka pemecahan masalah dalam pemberdayaan dan pengembangan kapasitas masyarakat harus dilakukan dengan penekanan Prinsip Kemandirian, di mana penyuluh hanya membantu pada tahap awal kegiatan yaitu dengan menyelenggarakan pelatihan atau fasilitasi, selanjutnya masyarakat desa harus mampu mandiri.
Sedangkan prinsip pendekatan dalam kegiatan ini diarahkan dalam beberapa pola, yaitu:
1. Acceptable. Prinsip ini dimaksudkan bahwa dalam setiap keputusan yang diambil dan kegiatan yang telah dan akan dilaksanakan dalam program pemberdayaan ini dapat diterima dan didayagunakan oleh masyarakat. Pola pendekatan diarahkan sesuai dengan kemampuan dan daya nalar masyarakat binaan.
2. Transparansi. Prinsip ini dimaksudkan bahwa kegiatan dilaksanakan dalam program pemberdayaan dapat dikelola oleh masyarakat secara terbuka dan dapat dipertanggung jawabkan. Faktor keterbukaan dan transparansi dalam pengelolaan dan pelaksanaan program merupakan unsur penting yang perlu mendapat perhatian untuk menunjang keberhasilan pelaksanaan program. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat dapat mengetahui dengan jelas maksud dan tujuan serta sasaran program beserta sumberdananya. Dengan adanya transparansi diharapkan masyarakat akan mendukung dan membantu pelaksanaan program sepenuhnya, sekaligus melakukan pengawasan dalam pelaksanaannya sehingga dapat meminimalisasi terjadinya penyimpangan.
3. Accountable. Prinsip ini dimaksudkan bahwa pelaksanaan seluruh kegiatan program pemberdayaan masyarakat beserta hasil-hasilnya yang dicapai harus dapat dipertanggung jawabkan baik secara ilmiah, metodologis dan keterserapan mereka dalam menerima binaan dari tim penyuluh.
4. Suistanable dan Profit. Pelaksanaan program pemberdayaan dan hasil-hasilnya harus dapat memberikan manfaat kepada masyarakat secara berkelanjutan baik internal maupun internal. Pola pembinaan harus pula dianggap menguntungkan bagi masyarakat, sehingga masyarakat mau meneruskan pola hasil pembinaan secara berkelanjutan karena dianggap menguntungkan.
Selanjutnya secara ringkas, proses pengembangan dan penelaahan masalah dalam pengembangan masyarakat dapat disajikan berikut ini:
Tahap I : Eksplorasi masalah
Tahap II : Eksplorasi Pengetahuan
Tahap III : Pengembangan Prioritas
Tahap IV : Pengembangan Program
Tahap V : Evaluasi Program
Selanjutnya rancangan evaluasi dilakukan tergambarkan sebagai berikut:
KONSEP PROSES PELAKSANAAN MONITORING DAN EVALUASI
Untuk dapat melaksanakan kegiatan monitoring dan evaluasi, sedikitnya terdapat empat aspek yang perlu diperhatikan. Keempat aspek tersebut adalah sebagai berikut :
A. Penentuan lingkup pengamatan
Dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi diperlukan adanya suatu batasan pengamatan, sehingga pelaksanaan kegiatan monitoring dan evalausi dapat dilakukan secara lebih terarah. Batasan pengamatan ini dapat mencakup aktor pelaksana, wilayah pengamatan, dan objek-objek pengamatan lainnya. Lebih lanjut, masing-masing objek pengamatan tersebut dapat dibedakan berdasarkan objek yang terkait langsung maupun tidak terkait langsung dengan pelaksanaan kegiatan. Dalam hal ini obyek pengamatan adalah pra dan pasca pembinaan dilakukan pada mereka. Apakah mereka sudah paham atau belum tentang materi pelatihan.
B. Penentuan indikator, parameter, dan skala penilaian
Monitoring dan evaluasi dilakukan dengan berdasarkan pengamatan dan analisis terhadap suatu indikator pengamatan. Indikator pengamatan disusun untuk setiap batasan pengamatan monitoring dan evaluasi kegiatan yang telah ditetapkan. Indikator tersebut kemudian dijabarkan dalam beberapa parameter pengamatan berikut dimensi/skala penilaian dari parameter tersebut. Penentuan parameter berikut dimensi nilai parameter (berupa satuan penilaian kualitatif maupun kuantitatif) dilakukan dengan memperhatikan aspek praktis dan teoritis, terutama ditinjau dari kedudukan parameter tersebut dalam merefleksikan kondisi suatu kegiatan.
C. Penentuan model pengumpulan data (monitoring)
Data yang dikumpulkan akan terkait dengan indikator dan parameter yang telah ditetapkan untuk setiap objek pengamatan dari monitoring dan evaluasi yang dilakukan. Penentuan model pengumpulan data ini mencakup :
- sumber data (data primer) yang dilakukan secara wawancara terpimpin
- jenis data (data kualitatif dan kuantitatif)
- teknik (alat/cara) pengumpulan data
D. Penentuan model analisis evaluasi
Hasil evaluasi akan ditentukan oleh ketepatan pemilihan/penyusunan model analisis evaluasi yang digunakan berikut cara menginterpretasi dari hasil/keluaran model analisis tersebut. Pengembangan model analisis evaluasi umumnya didasarkan pada suatu rumusan matematis yang bersumberkan indikator-parameter-skala penilaian parameter baik untuk setiap objek pengamatan maupun keseluruhan objek pengamatan sebagai varibel masukannya (input).
3. Metode Pemecahan Masalah.
Dengan bertambah kompleksnya lingkungan dan permasalahan yang ada dalam masyarakat, maka peran tenaga penyuluh sebagai agen perubahan dan pembangunan menjadi sangat penting. Sebagai tenaga penyuluh maka seringkali dihadapkan pada suatu pembuatan suatu keputusan.
Sebelum membuat suatu keputusan dalam memecahkan suatu masalah, maka perlu memproses data yang tersedia menjadi sebuah informasi. Berdasarkan informasi yang ada kita dapat membuat suatu keputusan. Suatu masalah biasanya datang tidak terduga seperti sebuah pertanyaan yang tidak ada jawabannya. Bukan berarti bahwa semua pertanyaan mempunyai jawaban yang mudah, tetapi mungkin ada banyak respon untuk suatu pertanyaan. Apapun masalahnya, seorang tenaga penyuluh dapat membuat satu atau beberapa keputusan atau pilihan untuk memecahkannya.
Untuk itu tenaga penyuluh harus memiliki kemampuan ;
1. Mengidentifikasi suatu masalah ,
2. Mengetahui data yang dibutuhkan,
3. Proses yang dibutuhkan, dan
4. Output yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah dan biasanya dapat digambarkan dalam bentuk diagram atau tabel.
Ketika sebuah keputusan melibatkan beberapa pilihan, pendekatan analisis menjadi sangat berguna dalam memecahkan masalah. Dalam pendekatan ini, sangat penting untuk mendefinisikan suatu permasalahan secara jelas dan dimengerti sehingga benar-benar diketahui permasalahan yang sesungguhnya. Langkah selanjutnya adalah memikirkan sebanyak mungkin solusi yang mungkin kemudian memilah-milah keuntungan dan kerugiannya dari setiap solusi tersebut. Informasi ini digunakan untuk membuat sebuah keputusan.
Metode analisis untuk memecahkan masalah melibatkan daftar poin-poin yang baik dan jelek dari suatu pilihan. Namun Bagaimanapun juga kita mempunyai sebuah prioritas mana yang paling penting, dan kita dapat mengabaikan beberapa solusi atau output yang tidak termasuk dalam kategori ini. Evaluasi ini maksudnya untuk mengecek keputusan yang telah kita buat dengan melihat prioritas yang tertinggi. Apabila itu bukan merupakan prioritas yang tertinggi, kita perlu melihat pilihan yang ada dan mengecek apakah ada solusi yang lain yang lebih baik yang cocok dengan prioritas kita.
Pemecahan masalah dan cara penyelesaiannya dalam usaha, sebenarnya tidak begitu sukar jika masyarakat dan penyuluh sudah banyak pengalaman. Jika persoalan-persoalan sudah ditentukan dan semua informasi serta data-data masalah sudah dikumpulkan, seorang tenaga penyuluh harus mengidentifikasi semua cara pemecahan masalah yang dapat dilaksanakan.
Seorang penyuluh harus memandang sebuah permasalahan dari pelbagai sudut dan mencari cara baru untuk memecahkan masalahnya. Di bawah ini dikemukakan kriteria yang mungkin sangat berguna, jika seorang penyuluh ingin mengevaluasi pemecahan masalah yang dihadapinya.
a. Apakah ada masalah yang tidak dapat diselesaikan ?
b. Apakah pemecahan masalah itu dapat diterapkan dengan baik?
c. Apakah pemecahan masalah dapat didasarkan teori, logika dan pengalaman ?
d. Apakah pemecahan masalah itu sudah logis?
e. Apakah persoalan tambahan yang timbul dari hasil pemecahan masalah dapat diselesaikan dengan baik?
Adapun prosedur pemecahan masalah, dengan langkah-langkahnya dilaksanakan dengan menggunakan metode ilmiah sebagai berikut:
a. kenalilah persoalannya secara umum;
b. rumuskan persoalan dengan tepat dan benar;
c. identifikasikan persoalan utama yang ingin dipecahkan secara terkait;
d. Tentukan fakta-fakta dan data-data penting yang berkaitan dengan masalah.
e. Tentukan teori dan pendekatan pemecahan masalahnya
f. Pertimbangkanlah pelbagai kemungkinan jalan keluar dari problem tersebut.
g. Pilihlah jalan keluar yang dapat dilaksanakan dengan baik.
h. Periksalah, apakah cara penyelesaian masalah tersebut sudah tepat.
Langkah berpikir secara ilmiah dapat dilakukan dengan langkah-langkah yang sistematis, berorientasi pada tujuan, serta menggunakan metode tertentu untuk memecahkan masalah. Pada garis besarnya, pemikiran secara ilmiah dapat berlangsung di dalam memecahkan masalah dengan langkah-langkah sebagai berikut.
a. Merumuskan tujuan, keinginan, dan kebutuhan, baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain.
b. Merumuskan permasalahan yang berhubungan dengan usaha untuk mencapai tujuan.
c. Menghimpun informasi relevan yang berhubungan dengan masalah yang dipikirkan.
d. Menghimpun fakta-fakta obyektif yang berhubungan dengan masalah yang dipikirkan.
e. Mengolah fakta-fakta deengan pola berpikir tertentu, baik secara induktif maupun deduktif.
f. Memilih alternatif yang dirasa paling tepat.
g. Menguji alternatif itu dengan mempertimbangkan hukum sebab akibat.
h. Menemukan dan meyakini gagasan.
i. Mencetuskan gagasan itu, baik secara lisan maupun tulisan.
4. Langkah-langkah pemecahan masalah.
Penyuluh harus punya kepercayaan diri yang teguh dan yakin bahwa telah menetapkan pemecahan-pemecahan yang tepat. Pemecahan masalah tidak selamanya menempuh pola kerja pikir yang teratur dan tetap. Pengalaman di dalam memecahkan masalah yang sama, kadang-kadang berbeda-beda. Berikut ini dikemukakan langkah-langkah dalam pemecahan masalah, yakni:
a. Menyadari dan memutuskan masalah.
b. Mengkaji masalah dan merumuskan masalah.
c. Mengumpulkan data-data.
d. Analisis data
e. Interpretasi dan verifikasi data.
f. Pengambilan keputusan.
g. Aplikasi kesimpulan.
Dari rangkaian tahap dan fase tersebut maka setiap permasalahan akan terselesaikan dengan baik, dan semua itu akan mudah dilakukan bila kemampuan penyuluh sudah teruji dan ditempa dengan pengalaman-pengalaman yang ada.